Suara Rakyat
: Para
pengusaha perkebunan kelapa sawit perlu mempertimbangkan untuk membidik
Kawasan Timur Indonesia (KTI) untuk pengembangan produksi salah satu komoditi
baru andalan Indonesia tersebut, seperti Sulawesi Selatan.
Potensi lahan di KTI lebih dinilai lebih luas dibandingkan di kawasan barat yang selama ini menjadi sentra-sentra perkebunan kelapa sawit.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Ir Anizar Simanjuntak, mengemukakan, potensi lahan perkebunan yang mayoritas dikuasai petani di KTI belum dikelolah secara maksimal.
Hal ini merupakan peluang investasi bagi pengusaha kelapa sawit. Di lain sisi, animo masyarakat untuk mengembangkan kelapa sawit terbilang besar. Namun keinginan tersebut masih dihadang kendala klasik yakni harga tinggi dan kelangkaan pupuk serta sulitnya akses ke perbankan bagi petani-petani.
Potensi lahan di KTI lebih dinilai lebih luas dibandingkan di kawasan barat yang selama ini menjadi sentra-sentra perkebunan kelapa sawit.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Ir Anizar Simanjuntak, mengemukakan, potensi lahan perkebunan yang mayoritas dikuasai petani di KTI belum dikelolah secara maksimal.
Hal ini merupakan peluang investasi bagi pengusaha kelapa sawit. Di lain sisi, animo masyarakat untuk mengembangkan kelapa sawit terbilang besar. Namun keinginan tersebut masih dihadang kendala klasik yakni harga tinggi dan kelangkaan pupuk serta sulitnya akses ke perbankan bagi petani-petani.
"Sebagai
perbandingan, lahan di KTI yang ditanami kelapa sawit baru berkisar 570 ribu
hektar, padahal potensi lebih terbuka dan bisa melampaui sampai dua kali lipat
potensi di kawasan barat. Saat ini luas lahan di kawasan barat yang sudah
ditanami mencapai 2,3 juta hektar (Ha) dan itu sudah mentok.
Untuk menjawab kendala yang dihadapi petani dan mendukung masuknya investasi bidang perkebunan kelapa sawit, Pemerintah diharapkan campur tangan dalam percepatan proses sertifikasi lahan perkebunan rakyat, Sebab sertifikat lahan yang nantinya dimiliki petani tersebut dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mengakses modal ke perbankan.
"Sertifikasi lahan itu bisa menjadi alternatif bagi petani kelapa sawit," ujarnya menegaskan.
Di Sulsel, potensi lahan kosong yang dikuasai masyarakat yang sesuai dengan agroklimat tanaman kepala sawit mencapai 85 ribu Ha, tersebar du Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Luwu Utara (Lutra), Luwu dan Wajo. Diperkirakan, jika potensi ini dimanfaatkan maka dapat menyerap tenaga kerja minimal 45 ribu Kepala Keluarga (KK).
Berdasarkan data terkahir, tahun 2008 perkebunan kepala sawit di Sulsel seluas 15.408 Ha dengan produksi TBS 112.374 ton (CPO 22.507 ton) dengan nilai produksi Rp268.802.500.000. Saat ini Sulsel baru memiliki dua unit pabrik kelapa sawit (CPO) berkapasitas 60 ton TBS perjam.
"Kendala utama yang dihadapi di Sulsel adalah terbatasnya investor yang ingin bermitra dengan petani pemilik lahan, dan terbatasnya penangkar benih. Sampai saat ini petani kita masih menggunakan benih kelapa sawit yang sumbernya tidak jelas atau benih palsu,".
Untuk menjawab kendala yang dihadapi petani dan mendukung masuknya investasi bidang perkebunan kelapa sawit, Pemerintah diharapkan campur tangan dalam percepatan proses sertifikasi lahan perkebunan rakyat, Sebab sertifikat lahan yang nantinya dimiliki petani tersebut dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mengakses modal ke perbankan.
"Sertifikasi lahan itu bisa menjadi alternatif bagi petani kelapa sawit," ujarnya menegaskan.
Di Sulsel, potensi lahan kosong yang dikuasai masyarakat yang sesuai dengan agroklimat tanaman kepala sawit mencapai 85 ribu Ha, tersebar du Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Luwu Utara (Lutra), Luwu dan Wajo. Diperkirakan, jika potensi ini dimanfaatkan maka dapat menyerap tenaga kerja minimal 45 ribu Kepala Keluarga (KK).
Berdasarkan data terkahir, tahun 2008 perkebunan kepala sawit di Sulsel seluas 15.408 Ha dengan produksi TBS 112.374 ton (CPO 22.507 ton) dengan nilai produksi Rp268.802.500.000. Saat ini Sulsel baru memiliki dua unit pabrik kelapa sawit (CPO) berkapasitas 60 ton TBS perjam.
"Kendala utama yang dihadapi di Sulsel adalah terbatasnya investor yang ingin bermitra dengan petani pemilik lahan, dan terbatasnya penangkar benih. Sampai saat ini petani kita masih menggunakan benih kelapa sawit yang sumbernya tidak jelas atau benih palsu,".
Kehadiran
investor PLAT KUNING sangat diharapkan dalam pengembangan Kelapa
Sawit di Sulawesi Selatan sehingga para petani sawit dapat dengan mudah untuk
mendapatkan Bapak Angkat dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Apalagi
dengan adanya dukungan Menteri Pertanian, Anton Apriantono yang
menekankan, pengembangan produksi kelapa sawit dengan pemanfaatan lahan baru
tidak merusak hutan. Dia lebih mentolerir pengembangan dengan pemanfaatan
lahan-lahan perkebunan tidur.
"Pengembangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan harus dijunjung tinggi,"
"Pengembangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan harus dijunjung tinggi,"
0 komentar:
Posting Komentar