Rabu, 23 November 2011

Permenhut Nomor 62/Menhut/II/2011 Perlu di Kaji Ulang


Suara Rakyat: Pemerintah Perlu melakukan peninjauan kembali  keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yang mengakomodasi kelapa sawit sebagai bagian dari tanaman hutan. Ini berpotensi menambah kerusakan hutan gambut serta memperbanyak emisi karbon. Kebijakan itu tercantum dalam Permenhut Nomor 62/Menhut/II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI) yang dikeluarkan 25 Agustus 2011 dan diundangkan pada 6 September 2011.
”Kami menganggap bahwa Kementerian Kehutanan berbohong dan tidak konsisten dalam komitmennya menjaga hutan Indonesia yang masih tersisa. Keluarnya Permenhut ini adalah wujud gagalnya pemerintah dalam melakukan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran ekspansi perkebunan sawit di kawasan hutan,”
Dengan dimasukkannya sawit dalam kategori hutan, dikhawatirkan akan menyebabkan makin besarnya emisi dari perusakan hutan dan lahan gambut yang saat ini sudah sangat besar. Selain itu, juga membenarkan dibabatnya hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. ”Ini jelas bertentangan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi Indonesia hingga 41 persen pada tahun 2020,” ujar Bustar.
Konsumsi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan semakin meningkatnya penggunaan CPO untuk biofuel di pasar internasional telah mengakibatkan meluasnya penghancuran hutan dan gambut di Indonesia. Langkah Menteri Kehutanan ini akan memperparah kehancuran hutan alam Indonesia yang masih tersisa karena memberi peluang perkebunan berlindung di balik kategori hutan.
Sebagai informasi, Indonesia adalah negara dengan laju deforestasi tercepat di seluruh dunia sehingga menempatkannya sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia. Analisis Greenpeace telah mengidentifikasi ada sekitar 5,4 juta hektar kebun sawit yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan gambut. Pada 18 Maret 2011 pemerintah juga telah mencabut izin prinsip pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang mencakup 182 perusahaan sawit di seluruh Indonesia karena ditengarai telah merambah kawasan hutan tanpa prosedur yang sah.
”Menteri Zulkifli Hasan harus segera membatalkan Permenhut ini dan mulai fokus pada bagaimana melindungi hutan Indonesia yang masih tersisa, biodiversitas, serta masyarakat yang hidupnya bergantung kepada hutan. Jika diteruskan, kerusakan dahsyat hutan akan terus terjadi dan menteri akan bertanggung jawab atas gagalnya Indonesia memenuhi komitmen penurunan emisi yang telah dilontarkan Presiden,”
*****************

Kamis, 03 November 2011

REVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGROINDUSTRI PEDESAAN


Suara Rakyat: Indonesia disebut-sebut sebagai negara agraris, berbasis kekayaan alam dan pertanian. Namun sayangnya, negeri ini merana dan tidak sejahtera petaninya. Untuk mengubah itu, diperlukan revolusi di bidang pertanian, keberanian secara politis untuk peduli pertanian.
Kita ini negeri kelima terbesar di dunia yang mengandalkan kekayaan alam, khususnya pertanian. Tetapi lihat saja, kita selalu kebagian sampahnya saja, nilai tambahnya selalu diambil Negara lain," contohnya , lahan terbesar kelapa sawit ada di nusantara ini. Namun kenyataannya, produk Crude Palm Oil (CPO) yang harganya tinggi di dunia, dimiliki Malaysia.
Artinya, petani kepala sawit Indonesia kebagian yang sampahnya, nilai tambah yang tinggi diambil negeri jiran. "Itu belum yang lain. Gaplek yang bahannya dari singkong, menjadi salah satu produk pertanian yang diremehkan oleh rakyat Indonesia. Akhirnya produk itu diambil China dan menjadi produk pertanian yang bernilai tambah.
Berbagai hal yang sangat mengenaskan pada bidang pertanian masih belum menggugah pemerintah. Padahal mestinya sudah waktunya semua sadar menyandarkan masa depan Negara ini pada pertanian. "Karena itu diperlukan revolusi, baik anggaran, agrarian, agroindustri, dan semua yang terkait pertanian. Bahkan, mestinya dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Pertanian dan Agribisnis, agar konsentrasi lebih tajam ke bidang itu.
Ada tiga langkah strategis yang bisa diambil, yaitu memandirikan petani dengan memberdayakan mereka agar tidak sekadar bertani karena budaya saja. "Mereka perlu disadarkan pula bertani dengan kerangka industry. Tentu perlu pendidikan, subsidi, sehingga selanjutnya menciptakan surplus pedesaan. Desa harus dijadikan daya tarik dengan meningkatkan pertanian," kata Darsono.
Langkah frontal mengubah urbanisasi menjadi ruralisasi, dengan menambah potensi agroindustri di pedesaan. Portofolio pembiayaan mestinya harus digelontorkan ke desa, ke sector pertanian. Dan ini harus diimbangi dengan konsep agroindustri yang jelas.